Seminar Gembala Era Baby Boomers dan Era Milenia Bersatu, Menjawab Kegelisahan Masa Depan Gereja Nantinya
Pada Sabtu, 13/6/2020 pagi, Zoominar mengenai “Masa Depan Gereja, Kepemimpinan Gereja di Tangan Gembala-gembala Muda” diadakan berkaitan dengan era yang baru yang akan di songsong oleh generasi muda “milenial” yang lahir di era 1980 an, sebagai pengganti para Hamba Tuhan atau Pendeta dan Gembala yang lahir di era “Baby Boomers” atau kelahiran tahun 1946 an.
Cara pandang, cara penyampaian kotbah, cara berinteraksi dengan jemaat, dan penggunaan Tehnologi dengan revolusi industry 4.0 era milenial akan mengubah persepsi jemaat mengenai tata ibadah tradisional menjadi tata ibadah super modern dalam mengikuti ibadah kebaktian di Gereja-Gereja.
Oleh alasan diatas, maka para Hamba Tuhan dari komunitas Hamba Tuhan Indonesia (Hatindo} mencoba merumuskan permasalahan-permasalahan tata ibadah para Gembala-Gembala Milenial nantinya dalam “Ngobrol Bareng” ringan dan santai bersama Hamba Tuhan, Pendeta dan Gembala-Gembala gereja yang tersebar di Indonesia dan di Amerika.
Acara Zoominar ini dipandu host andal yang sering membawa beberapa acara seminar online Pdt Lukas Kacaribu, SH, MH, MPdk yang juga mampu menghadirakan para pembicara bermutu dan spesialis dalam bidang pembahasannya.
Dalam zoominar ini menghadirkan seorang Pastor Rock International Ministry di Amerika Serikat, Ps Christ Mesach, Pastor Togi Simanjutak Gembal GBI Bless Impact Generation, Pastor Kristian Sebayang dari AOG Ministry Lampung, dan Pastor Uung Tanuwidjaja dari GBI Aruna Bandung.
Dalam pemaparannya Ps Christ Mesach mengenai Masa Depan Gereja, tetap ada 2 hal yang mendasar yang perlu diketahui yang pertama adalah Kuasa Tuhan tidak pernah berubah, cara kerja Tuhan selalu baru setiap hari,
“Dalam Kitab Ratapan dikatakan, Kasih Tuhan tidak pernah berubah, metode pelayanan Yesus dilakukan dengan kreatif, Dia mengajar, Dia berkotbah baik diatas perahu maupun bukit, di danau, di rumah, yang dapat kita tangkap bahwa kuasa Tuhan tidak pernah berubah begitupun kita sebagai anak-anaknya harus mengikuti apa yang dilakukan Kristus.”
Tuhan sendiri berkata anggur yang baru tidak dapat disimpan dalam kirbat yang lama, maka kirbat itu akan pecah, anggur baru harus disimpan di kirbat yang baru agar hasilnya maksimal. Di era digital ini jemaat mengiikuti yang mana. Bicara gembala jaman sekarang, yang akan kita bahasa adalah jabatan gembalanya, bukan usia dari Gembalanya.
Metode dan pendekatan, Gembala era lampau, bisa mengikuti metode dan pendekatan pentingnya pola pikir atau paradigma. Kita ada di jaman paradigma bisa berubah, bisa sepatu casual, baju casual, tetapi tetap boleh membawakan Firman Tuhan. Metode pendekatan, dan pola pikirnya ada 3 hal yang perlu atur ulang, yang pertama Reposisi, kita harus siap berganti dan beralih orang-orang yang mengerti di jamannya, lalu kedua Restruktur dimana kita harus berani menata ulang bentuk ibadah yang menyesuaikan dengan jamanya, dan yang ketiga Rekomitmen, komitmen kita harus diperbaharui setiap hari, kekristenan itu nilai yang sama dari dulu.
Kemudian Ps Kristian Sebayang memiliki pandangan lain mengenai Masa Depan Gereja, dimana ladang tempatnya menggembalakan jemaat hampir 90% anak muda, dan kendala yang dihadapi adalah kelambatan respon anak muda yang dewasa ini lebih mementingkan ego nya dan dunia digitalnya yang memang dimanjakan oleh para pebisnis komunikasi melalui jaringan internet, social media, industry besar serba digital, sehingga membuat gerakan respon anak muda jadinya melambat.
“Hal ini yang lagi kami usahakan untuk merebut kembali para anak muda dari pengaruh dunia yang semuanya serba instan, kami harus putar otak mengahadapi anak muda kaum milenial dengan cara menjadi sama seperti mereka untuk merebut hatinya, dan mengembalikan cara hidupnya yang berkenan bagi Tuhan”
Pastor Uung Tanuwidjaja pun berkomentar mengenai masa depan Gereja, Sebagai Gembala harus memiliki hati yang penuh kasih, jika kita gembala kita harus memiliki kasih seperti Tuhan, fungsi gembala berbeda dengan jabatan gembala. Bagaimana kita menggembalakan domba-domba yang Tuhan percayakan dalam masa sekarang ini.
Walaupun berbeda hal nya dengan jemaat usia 45 tahun keatas, dimana saat ini mereka merasa kehilangan esensi gereja, suasana gereja yang trasdisional, berbeda dengan Jemaat milenial sangat kritis, pada saat kotbah misalnya bisa cek ke google, jemaat milenial lebih fleksibel, dengan keadaan online kita bisa menjangkau lebih banyak jiwa. Tanpa dibatasi tembok gereja.
Lalu Ps Togi simanjutak pun memberikan komentarnya sehubungan dengan Masa Depan Gereja, bahwa kondisi sekarang ini tidak perlu lagi merasa saing-saingan antara Gembala Senior dan Gembala Milenial, kita harus saling membantu menciptakan jemaat yang takutnya hanya pada Tuhan.
Kolaborasi antara yang tua dengan yang muda akan menjadikan perpaduan yang sangat baik, semisal menjadi Youtuber, bisa membuat konten-konten yang membangun iman dan rohani jemaat, Gembala yang muda menguasai tehnologi, dan Gembala yang Tua dapat menjadi pemberi masukan untuk konten-konten rohani yang dapat dikonsumsi oleh jemaat, karena inti dari penggembalaan adalah pemuridan, jadi bagaimana menjadikan seluruh jemaat menjadi Muridnya Kristus.
Dan seminar pun diakhiri dengan mengadakan Doa-doa syafaat mengenai situasi negara dan bangsa, mendoakan kesehatan serta pemulihan pasien yang positif Covid 19 dan juga mendokan agar vaksin corona segera ditemukan.